Senin, 27 Mei 2013

Konsep penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah




KONSEP PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK
USIA SEKOLAH MENENGAH


TujuanPembelajaran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan peserta didik/ mahasiswa mampu :
1.   Memahami konsep dari penyesuaian diri.
2.   Menjelaskan pengertian dari penyesuaian diri.
3.   Memahami karakterisitik penyesuaian diri.
4.   Mengetahui aspek-aspek dari penyesuaian diri.
5.   Memahami penyesuaian diri dari berbagai aspek kehidupan.

A. Pengertian Penyesuaian Diri
Kemampuan penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan merupakan salah satu prasarat yang penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit orang-orang yang menglami stress atau depresi akibat kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan yang ada dan kompleks.
Makna keberhasilan pendidikan seseorang terletak pada sejauh mana yang telah dipelajari itu dapat membantu dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan dna tuntutan lingkungan kehidupannya. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari sekolah dan di luar sekolah. Seseorang memiliki sejumlah kecakapan, minat, sikap, cita-cita, da pandangan hidup. Dengan pengalaman-pengalaman itu, secara berkesinambungan, ai dibentuk manjadi seorang pribadi yang matang dan memiliki tanggung jawab sosial dan moral.
Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oelh faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan akan berkembangan ke proses penyesuaian yang baik atau tidak baik. Sejak lahir sampai meninggal, seseorang individu merupakan organisme yang bergerak aktf dan dinamis. Ia aktif dengan tujuan dan aktivitas-aktivitasnya yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmani dan rohani.
Pengertian penyesuaian diri (adaptasi) pada awalnya berasal dari pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi, yaitudikemukakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusi. Ia mengatakan “genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and in animals, reise offspring, this process is called adaptation”. Artinya tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan alamiah lainnya. Semua makluk hidup secara alami telah dibekali beradaptasi dengan keadaan lingkungan alam untuk bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri (adaptasi dalam istilah biologi) disebut dengan istilah adjustment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991).
Dengan demikian, penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai berikut.
a.    Penyesuaian diri berarti adapatasi dapat dipertahankan eksistensi, atau bias “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dnegan tuntutan lingkuangan sesial.
b.   Penyesuaian diri dapat pula diartikan sebagai konformitas yang berarti menyesuaiakan sesuatu dengn standar atau prinsip yang berlaku umum.
c.    Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan juga mengordinasir respons-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efektif. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat.
d.   Penyesuaian diri dapat diatikan sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosiaonal berarti memiliki respons emosional yang sehat dan tepat pada setiap persoalan.

B.   Karateristik Penyesuaian Diri
Dalam kenyataan, tidak selamanya individu akan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri. Hal itu disebabkan adanya rintangan atau hambatan tertentu yang menyebabkan ia tidak mampu melakukan penyesuaian diri secara optimal. Rintangan-rintangan tersebut, ada individu-individu yang mampu melakukan penyesuian diri secara positif, tetapi ada pula yang melakukan penyesuaian diri secara tidak tepat(salah suai).
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
1.   Penyesuaian Diri yang Positif
Diantaranya ditandai hal-hal sebagai berikut.
a.    Tidak menunujukan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.
b.   Tidak menunjukan adanya mekanisme pertahankan yang salah.
c.    Tidak menunjukkkan adanya frustasi pribadi.
d.   Memiliki pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri.
e.    Mampu belajar dari pengalaman
f.     Bersikap realisktik dan objektif.
Dalam penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan berbagai bentuk berikut ini.
a.               Penyesuian diri dalam menghadapi masalah secara langsung
Dalam situasi ini, individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibat. Ia akan melakukan tindakan yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusaha mengemukakan segala alasan kepada orangtuanya.
b.               Penyesuian diri dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
Dalam situasi ini, individu mencari berbagai pengalaman untuk menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya. Misalnya, seorang siswa
c.                Penyesuaian diri dengan trial and error
Dalam cara ini, individu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalu gagal tidak diteruskan. Misalnya, seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya.
d.               Penyesuaian diri dengan subsitusi (mencari pengganti)
Apabila individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya, gagal berpacaran secara fisik, ia akan berfantasi tentang seorang gadis idamannya.
e.                Penyesuaian diri dengan belajar
Dengan belajar, individu dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membantu penyesuaian dirinya. Misalnya, seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya.
f.                 Penyesuaian diri dengan pengendalian diri
Penyesuaian diri akan lebih efektif jika disertai oleh engetahuan memilih tindakan yang tepat serta pengendalian diri yang tepat pula. Dalam situasi ini, indifidu akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan.
Cara inilah yang disebut inhibisi
g.               Penyesuian diri dengan perncanaan yang cermat
Dalam haini, sikap dan tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat atau matang. Keputusan diambil  setelah dipertimbangakan dari berbagai segi, seperti untung dan ruginya.
2.   Penyesuaian diri yang salah
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan indifidu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuain diri yang salah ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang realistic, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu rekasi bertahan, rekasi menyerang, dan reaksi melarikan diri.
a.   Reaksi bertahan (defence reaction)
Indifidu berusaha mempertahankan dirinya dengan seolah-olah ia tidak menghadapi kegagaln, ia akan menunjukkan dirinya tidak mengalami kesulitan. Adapun bentuk kusus dari reaksi ini yaitu:
1)  Resionalisasi, yaitu mencari cari alasan yang masuk akal untuk membenarkan tindakanya yang salah.
2)  Refresi, yaitu menekan perasaanya yang dirasakan kurang enak kealam kurang sadar. Ia akan merusaha melupakan perasaan atau pengalamanya yang kurang menyenangkan atau menyakitkan.
3)  Proyeksi, yaitu menyalahkan kegagalan dirinya pada pihak lain atau pihak ketiga untuk mencari alasan yang bias diterima. Misalnya, seorang siswa yang tidak lulus hal itu disebabkan guru-gurunya membenci dirinya
4)  “Saur Grapes” (anggur kecut) yaitu memutar balikan fakta atau kenyataan. Misalnya, seorang remaja yang gagal menulis sms mengatakan bahwa handphonenya rusak, padahal dia sendiri tidak bias menggunakan HP.
b.   Reaksi menyerang (Aggrresif Action)
Individu yang salah akan menunjukka sikap dan perilaku yang bermanfat menyerang atau konfrontasi untuk menutupi kekurangan atau kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya atau tidak mau menerima kenyataan. Reaksi-reaksinya, antara lain:
1)  Selalu membenarkan diri sendiri,
2)  Selalu ingin berkuasa dalam setiap situasi,
3)  Merasa senang bila mengganggu orang lain,
4)  Suka menggertak, baik dengan ucapan maupun perbuatan,
5)  Menunjukan sikap permusuhan secara terbuka,
6)  Bersikap menyerang dan merusak,
7)  Keras kepala dalam sikap dan perbuatannya,
8)  Suka bersikap balas dendam,
9)  Memerkosa hak orang lain,
10)        Tindakannya suka serampangan, dan sebagainya.
c.    Reaksi melarikan diri (escape reaction)
Dalam reaksi ini, individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik atau kegagalannya. Reaksinya tampak sebagai berikunya:
1)  Suka berfantasi untuk memuaskan keinginan yang tidak tercapai dengan bentukangan-angan(seoalah-olah sudah tercapai)
2)  Banyak tidur, suka minuman keras, bunuh diri, atau menjadi pecandu narkoba,
3)  Regresi, yaitu kembali pada tingkah laku kekanak-kanakan. Misalnya, orang dewasa yang bersikap dan berperilaku seperti anak kecil.
3.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri.
Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oelh factor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor itu dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a.   Faktor Fisiologis
Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf, yaitu ototnya lemah atau tubuhnya rapuh, ditandai oleh sifat-sifat segan dalam melakukan aktifitas social, pemalu, pemurung, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi yang primer bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan factor yang peting bagi proses penyesuaian diri.
Kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berpengaruh terhadap penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik pula. Ini berarti bahwa gannguan jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapatmenimbulkan kurangnya kepercayaan diri, perasaan rendah diri, rasa ketergantunangan, perasaan ingin dikasihi , dan sebagainya.
b.   Faktor Psikologis
Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri sperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya.
1)  Faktor pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai makna dalam penyesuaian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuian diri, terutama pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman traumatic (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan, seperti memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cederung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru atau salah susuai.
2)  Faktor belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri. Hal ini Karena melalui belajar, pola-pola respon yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian besar respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak diperoleh dari proses belajar dari pada diperoleh secara diwariskan.
3)  Determinasi diri
Proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi dan atau merusak diri.
4)  Faktor konflik
Pengaruh konflik terhadap perilaku tergantung pada sikap konflik itu sendiri. Ada pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan.Sebenarnya, beberpa konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan penyesuaian diri.
c.    Faktor perkembangan dan kematangan
Dalam proses pengembangan, respon berkembang dari respon yang bersifat intinktif menjadi respon yang bersikap hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya diperoleh proses beajar, tetapi juga perbuatan indifidu telah matang untuk melakukan respond an ini menentukan pola penyesuaian dirinya.
Sesuai dengan  hokum perkembangan, tingkat kematangan yang di capai indifidu yang berbeda-beda, sehingga pola-pola penyesuaian juga akan berfasiasi sesai tingkat perkembaganda kematangan yang dicapainya. Selain itu, hubungan atara penyesuain dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan dan kematangan mempengarui tiap aspek kepribadian indifidu, seperti emosiaonal, social, moral, keagamaan, dan intelektual.
d.   Faktor lingkungan
Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat, kebusayaan, dan agama erpengaruh kuat terhadap diri seseorang.
1)  Pengaruh lingkungan keluarga
Dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Karena keluarga merupakan media sosialisasi bagi anak-anak proses sosialisasi dan interaksi social yang pertama dan utama di jelani indifidu dilingkungan keluarganya. Hasil sosialisasi tersebut kemudian dikembangakan dilingkungan sekolah dan masyarakat umum.
2)  Pengaru hubungandengan orang tua
Pola hubungan orang tua dan anak mempunyai pengaruh yan positif terhadap proses penyesuaian diri. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruai penyesuaian diri adalah sebagai berikut.
·       Menerima (accep tance)
Orang tua menerima kehadiran anaknya dengan cara-cara yang baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat, menyenangkan dan rasa aman bagi anak.
·       Menghukum dan disiplin yang berlebihan
Hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang terlalu berlebihan dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menyenangkan bagi anak.
·       Memanjakan dan melindungi anak secara berlebiahan
Perlindungan dan pemanjaan secara berlebiahan dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung, dan gejala-gejala yang lainya
·       Penolakan
Orang tua menolak kehadiran. Beberapa penelitaian menunjukan bahwa penolakan orang tua pada anaknya akan menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri
3)  Hubungan saudara
Hubungan saudara yang penuh persahabatan, saling menghormati, penuh kasih sayang, berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang lebih baik. Sebaliknya suasana permusuhan perselisihan, irihati, kebencian, kekerasa, dansebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan anak dalam penyesuaiandirinya
4)  Lingkungan masyarakat
Keadalaan lingkungan masyarakat tempat indifidu berada menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Hasil penelitian menunjukanbahwa gejala tingkah laku atau prilaku menyimpang bersumber pada pengaruh keadaan lingkungan masyarakatnya pergaulan yang salah dan terlalu bebas dikalangan reaja dapat mempengarui pola-pola  penyesuaian dirinya.
5)  Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah berperan sebagai media sosialaisasi, yaitu mempengaruhi kehifupan intelektual, social dan moral anak-anak. Suasana sekolah baik social ataupun psikologis akan mempengarui proses dan pola penyesuaian diri para siswanya. Pendidikan yang diterima anak disekolah merupakan bekal bagi proses penyesuain diri mereka dilingkungan masyarakatnya.
e.    Faktor budaya dan agama
Proses penyesuaian diri anak, emulai lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengarui oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultral tempat indifidu berada dan berinteraksi akan menentukan polao-pola penyesuaian dirinya. Misalnya, tata cara kehidupan di masjid atau gereja akan mempengaruhi cara anak menempatkan diri dengan masayarakat sekitarnya.
Agama mamberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang pada anak. Ajaran agama ini merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup anak. Sembayang dan berdoa merupakan media menuju arah  kehidupan yang lebih nyaman, tenang, dan berarti bagi manusia. oleh karena itu, agama memegang peranan penting dalam proses penyesuaian diri seseotang.

C.   Proses penyesuaian diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan.  Seperti kita ketahui penyesuaian diri yang tidak akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long procces) dan manusia terus menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup, guna mencapai pribadi yang sehat.
        Orang akan dikatakansukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia akan mamenuhi kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar atau dapat dierima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih oleh seotang tidak akan dicapai, kecuali kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan tergoncangan dan ketegangan jiwa.
        Pada dasarnya enyesuaian diri melibatkan indifidu dengan lingkunganya. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menciptakan penyesuain diri yang cukup sehat bagi remaja adalah sebagai berikut.
1.   Lingkungan keluarga yang harmonis
Apabila dibesarkan dalam keluarga yang harmonis yang didalamnyaterdapat cinta kasih, respek telorensi, rasa aman, dan kehangatan, seorang anak akan dapat melakukan pen yesuaian diri secara sehat dan baik. Rasa dekat dengan keluarga merupakan suatu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang anak
        Lingkungan keluarga juga meupakan lahan untuk mengambangakan berbagai kemampuan, yang dipelajarainya melalui permainan, canda gurau, pengalaman sehari-hari dalam keluarga. Dilingkungan keluarga, seorang anak belajar untuk tidak egaois. Ia diharapkan dapat bebagi rasa dengan anggota kelurga yang lain dan belajar untuk menghargai hak orang lain.
        Dalam interaksi dengan keluarganya, seorang anak juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan, seperti dalam hal makan, minum, berbicara, berpakaian , cara berjalan, duduk dan sebagainya. Selain itu, dalam keluaraga masih banyak hal lain yang berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, sepert rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, sikap telorensi, kerjasama, kehangatan, dan rasa aman yang semua hal itu sangat berguan bagi penyesuaian diri di masa depanya.
2.   Lingkungan Teman Sebaya
Menjalin hubungan yang erat dan harmaonis dengan teman sebaya sangatlah penting pada masa remaja. Suatu hal yang dulit bagi remaja adalah menjauhkan diri da dijauhi oleh temanya. Remaja mencurahkan pada teman-temanya apa yang tersimpan di hatinya, dari angan, pemikiran dan perasaan-perassanya. Ia mengungkapkan pada teman sebayanya yang akrap secara bebas dan terbuka tentang rencana, cita-cita, dan kesulitan-kesulitan hidupnya.
        Pengertian dan saran-saran dari temanya akan membantu dirinya dalam menerima keadaan dirinya serta memahami hal-hal yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain dan keluarga oran lain. Semakin ia mengerti dirinya, semakin meningkatkan keadaanya untuk menerima dirinya, mengetahui kekuatan dan kelamahanya. Ia akan menemukan cara penyesuaianya yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya itu.
3.   Lingkungan sekolah.
Sekolah mempunyai tugas yang tidak terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, tetapi juga mencakup tanggung jawab moral dan social secara luas dan kompleks. Demikian pula guru, tugasnya tidak hanya mengajar saja tetapi juga berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan pelatih bagi murid-muridnya. Pendidikan yang modern menuntut guru untuk mengamati pengembangan penyesuaian diri murid-muridnya serta mampu menyusun sistem pendidikan yang sesuai dengan perkembangan tersebut.

D. Aspek-aspek penyesuaian diri
pada dasarnya, penyesuaian diri memilikidua aspek, yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial.
1.   Penyesuaian pribadi
Penyesuain diri adalah kemampuan seseoarang untuk menerima diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitarnya. Ia mnyatakan sepenuhnya siapa dirinya sebenarnay, apa kelibihan dan kekuranganya dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dan potensi dirinya. Keberhasilan penyesuaian diri pribadi ditandai oleh tidak adanya rasa benci tidak adanya keinginan untuk lari dari kenyataan, atau tidak percaya pada potensi pada dirinya. Sebalinya, kegagalan penyesuain pribadi ditandai oleh kegoncangan dan emosi, kecemasan, ketidak puasan, dan keluahan terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya jarak pemisah antara kemampuan indifidu dan tuntutan yang diharapkan oleh lingkunganya. Hal inilah yang menjadi  sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakanya indifidu harus melakukan penyesuaian diri.
2.   Penyesuain sosial
Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi datu dama lain yang terus menerus yang silih berganti. Dari proses tersebut, timbul pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hokum, adat istiadat, nilai, dan norma social yang berlaku dalam masyarakat. Proses ini dikenal dengan istilah ptoses  penyesuaian social. Penyesuaian social terjadi dalam lingkungan hubungan social ditempat indifidu itu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan social tersebut mencakup hubungan dengan anggota keluarga, masyarakat sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum.
EVALUASI
Latihan Soal !
1.   Jelaskan pengertian dari penyesuaian diri !
2.   Sebutkan tanda-tanda penyesuian diri yang positif !
3.   Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi penyesuian diri ?
4.   Lingkungan keluarga yang harmonis merupakan salah satu faktor yang dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, mengapa demikian ?
5.   Penyesuaian diri memiliki dua aspek, sebutkan dan jelaskan!
Kunci jawaban !
1.   Penyesuian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya.
2.   a.    Tidak menunjukkan adanya kegagalan emosional yang berlebihan
b.   Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan yang salah
c.    Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi
d.   Mampu belajar dari pengalaman. Dan lain sebagainya.
3.   a. Faktor fisiologis
b. Faktor psikologis
c. Faktor perkembangan dan kematanga
d. Faktor lingkungan
e. Faktor budaya dan agama
4.   Karena didalam lingkungan keluarga, seorang anak mempelajari dasar-dasar dari cara bergaul dengan orang lain. Biasanya yang menjadi contoh atau acuan adalah orang tua, tokoh pemimpin, atau seorang yang menjadi idolanya.
5.   a. Penyesuaian Pribadi
adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapainya hubungan yang harmonis antara dirinya dan lingkungan sekitar.
b. Penyesuaian Sosial
Dalam kehidupan di masyarakat terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain yang terus menerus dan silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan aturan, hokum, adat istiadat, nilai dan norma sosial yang berlaku dalam amasyarakat.


DAFTAR RUJUKAN

Depdikbud, Dirjen Dikti PPIPT. 1982. Proses Penyesuaian Diri. Jakarta: Gunung Agung.

Gerungan. 1987. Psikoogi Sosial. Bandung: PT Erasco.
Mampiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.

Martaniah, Sri M. 1964. Peranan Orangtua dalam Perkembangan Kepribadian. Yogyakarta: Jiwa Baru, 11/12 Th.XII.


Latar Belakang landasan kurikulum berdasarkan iptek



Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat. Serta harus disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan jenjang pendidikan.
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan IPTEK serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini begitu pesatnya, , laju perkembangan itu demikian luasnya hingga hamper mencakup seluruh kehidupan manusia. Khususnya di bidang informasi dan komunikasi inilah yang menjadikan perlunya penerapan iptek di bidang pengembangan kurikulum pendidikan. Pengertian teknologi pendidikan memang bersifat ekletik, yaitu tergantung dari sudut atau disiplin mana kita melihatnya. Apabila dilihat dari sudut pandang teknologi, dapat diartikan sebagai teknologi yang diterapkan dalam bidang pendidikan.
Teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan usaha memudahkan proses belajar dengan cirri-ciri khas: (1) memberikan perhatian khusus dan pelayanan pada kebutuhan yang unik dari masing-masing sasaran didik, (2) menggunakan aneka ragam dan sebanyak mungkin sumber belajar, dan (3) menerapkan pendidikan system. (Lokakarya Nasional Teknologi Pendidikan, Yogyakarta, 1980).
Dalam perkembangannya perlu diperhatikan juga tentang keadaan masyarakat Indonesia yang masih dualisme teknologi. Masyarakat Indonesia dalam jumlah terbesar terutama didaerah pedesaan masih menonjolkan sifat tradisionalnya, di samping masyarakat modern yang jumlahnya kecil dalam menggunakan peralatan yang canggih.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang mencetak kader-kader pembangunan bangsa dituntut dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi saat ini.
Oleh karena itu, guru pada era sekarang ini dituntut mampu mengembangkan metode pembelajaran yang lebih bervariasi dan tidak ketinggalan zaman, setidak-tidaknya menjadikan iptek sebagai landasan untuk pengembangan kurikulum

Pembelajaran Berbasis Proyek (Projek Based Learning)



Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek

            Kata “proyek” berasal dari bahasa latin “proyektum” yang artinya maksud tujuan,rancangan, rencana. Jadi memproyeksikan berarti merancang, merencanakan, dengan maksud dan tujuan tertentu, yaitu mempunyai planning yang baik di dalam kegiatan tahunan dan sebagainya. Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan oleh siswa dapat berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian akan ditampilkan atau dipresentasikan. Pelaksanaan proyek dilakukan secara kolaboratif dan inovatif, unik, yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan siswa. Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari metoda instruksional yang berpusat pada pebelajar. Model ini sebagai ganti penggunaan suatu model pembelajaran yang masih bersifat teacher-centered yang cenderung membuat pebelajar lebih pasif dibandingkan dengan guru. Hal tersebut mengakibatkan motivasi belajar siswa menjadi rendah sehingga kinerja ilmiah mereka pun menurun.

Tujuan Metode Proyek
            Tujuan dari pembelajaran berbasis proyek yaitu mengaktifkan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar serta membiasakan anak untuk berinteraksi kepada lingkungan. Pengajaran proyek sangat memberikan kesempatan pada anak untuk mau bekerja dan secara produktif menemukan berbagi pengetahuan. Guru hanya mengamati dan memantau jalannya kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Pendekatan dalam Metode Proyek
            Ada beberapa pendekatan dalam mencapai pembelajaran berbasis proyek, antara lain :
1.Pendekatan Konstruktivisme
            Pendekatan pembelajaran proyek ini didukung oleh teori belajar konstruktivisme. Teori belajar ini berdasarkan pada ide bahwa anak didik dapat membangun pengetahuannya sendiri dalam konteks pengalaman. Pendekatan pembelajaran proyek ini dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendorong anak membangun pengetahuan dan keterampilan secara personal. Mereka akan memahami bahan kajian dengan menggunakan bahasa mereka sendiri berdasarkan apa yang mereka lihat, temukan, dan alami.

2. Pendekatan Inkuiri
            Pendekatan yang melibatkan keterampilan pemperolehan berbagai konsep pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan nilai-nilai yang dilakukannya sendiri melalui sejumlah proses, seperti mengamati, mencari, dan menemukan.

3. Pendekatan Children Centre
            Pendekatan pembelajaran proyek ini beranggapan bahwa pusat kegiatan pembelajaran bertitik tolak pada aktivitas anak. Anak didik memiliki kemampuan sendiri melalui berbagai aktivitas dalam mencari, menemukan, menyimpulkan serta mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, keterampilan, srta nilai-nilai yang telah diperolehnya

Menurut Cord et al. (Khamdi, 2007) pembelajaran berbasis proyek adalah suatu model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pembelajaran berbasis proyek adalah penggunaan proyek sebagai model pembelajaran. Proyek-proyek meletakkan siswa dalam sebuah peran aktif yaitu sebagai pemecah masalah, pengambil keputusan, peneliti, dan pembuat dokumen.
Pembelajaran berbasis proyek berangkat dari pandangan konstruktivism yang mengacu pada pendekatan kontekstual (Khamdi, 2007). Dengan demikian, pembelajaran berbasis proyek merupakan metode yang menggunakan belajar kontekstual, dimana para siswa berperan aktif untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, meneliti, mempresentasikan, dan membuat dokumen. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan kompleks yang diperlukan siswa dalam melakukan investigasi dan memahaminya.

Ciri pembelajaran berbasis proyek menurut Center For Youth Development and Education-Boston (Muliawati, 2010:10), yaitu:
1.      Melibatkan para siswa dalam masalah-masalah kompleks, persoalan-persoalan di dunia nyata, di mana pun para siswa dapat memilih dan menentukan persoalan atau masalah yang bermakna bagi mereka.
2.      Para siswa diharuskan menggunakan penyelidikan, penelitian keterampilan perencanaan, berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah saat mereka menyelesaikan proyek.
3.      Para siswa diharuskan mempelajari dan menerapkan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai konteks ketika mengerjakan proyek.
4.      Memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan pribadi pada saat mereka bekerja dalam tim kooperatif, maupun saat mendiskusikan dengan guru.
5.      Memberikan kesempatan para siswa mempraktekkan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan dewasa mereka dan karir (bagaimana mengalokasikan waktu , menjadi individu yang bertanggungjawab, keterampilan pribadi, belajar melalui pengalaman).
6.      Menyampaikan harapan mengenai prestasi/hasil pembelajaran; ini disesuaikan dengan standar dan tujuan pembelajaran untuk sekolah/negara.
7.      Melakukan refleksi yang mengarahkan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman mereka dan menghubungkan pengalaman dengan pelajaran.
8.      Berakhir dengan presentasi atau produk yang menunjukkan pembelajaran dan kemudian dinilai ; kriteria dapat ditentukan oleh para siswa.

Pengimplementasian pembelajaran berbasis proyek tidak terlepas dari kurikulum, pertanggungjawaban, realisme, belajar aktif, umpan balik, pengetahuan umum, pertanyaan yang memacu, investigasi konstruktif, serta otonomi. Purnawan (Muliawati, 2010:11) mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis proyek mengacu pada hal-hal sebagai berikut:
1.      Curriculum,memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
2.      Responsibility, PBL menekankan responbility dan answerability para siswa ke diri dan panutannya.
3.      Realism, kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya.
4.      Active learning, menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan siswa untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
5.      Feedback, diskusi, presentasi dan evaluasi terhadap para siswa menghasilkan umpan balik yang berharga, ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
6.      General skill, pembelajaran berbasis proyek dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self management.
7.      Driving questions, pembelajaran berbasis proyek difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu siswa untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
8.      Constructive investigations, sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para siswa.
9.      Autonomy, proyek menjadikan aktivitas siswa sangat penting
Berbeda dengan proses pembelajaran yang dilakukan secara tradisional, pembelajaran berbasis proyek mendorong siswa untuk mengeluarkan ide untuk menyelesaikan masalah yang kompleks yang diambil dari kehidupan nyata, sehingga tahap-tahap pembelajaran antara keduanya tidak sama. Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek dilaksanakan dalam 3 tahap (Anita, 2007:25), yaitu:
1.      Tahapan perencanaan proyek
            Adapun langkah-langkah perencanaan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b.      Menentukan topik yang akan dibahas.
c.       Mengelompokkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-5 orang dengan tingkat kemampuan beragam.
d.      Merancang dan menyusun LKS.
e.       Merancang kebutuhan sumber belajar.
f.       Menetapkan rancangan penilaian.

2.      Tahap pelaksanaan
            Siswa dalam masing-masing kelompok  melaksanakan proyek dengan melakukan investigasi atau berpikir dengan kemampuannya berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki. Kemudian diadakan diskusi kelompok. Sementara guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dengan bertindak sebagai fasilitator.

3.      Tahap penilaian
            Pada tahap ini, guru melakukan evaluasi terhadap hasil kerja masing-masing kelompok. Berdasarkan penilaian tersebut, guru dapat membuat kesimpulan apakah kegiatan tersebut perlu diperbaiki atau tidak, dan bagian mana yang perlu diperbaiki.

Tidak satupun metode yang sempurna sehingga dapat dipakai untuk semua pembelajaran. Namun, ada beberapa kelebihan dari setiap metode. Adapun kelebihan dari penggunaan pembelajaran berbasis proyek menurut Kamdi (Muliawati, 2010:13) adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang proyek banyak yang mengatakan bahwa siswa tekun sampai lewat batas waktu, berusaha keras dalam mencapai proyek.
2.      Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian pada pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi siswa menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
3.      Meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial , dan bahwa siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif
4.      Meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi  siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks. Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

Adapun kekurangan dari pembelajaran berbasis proyek menurut Anita (2007: 27) adalah sebagai berikut:
a.       Tiap mata pelajaran mempunyai kesulitan tersendiri, yang tidak dapat selalu dipenuhi di dalam proyek.
b.      Sukar untuk memilih proyek yang tepat.
c.       Menyiapkan tugas bukan suatu hal yang mudah.
d.      Sulitnya mencari sumber-sumber referensi yang sesuai

Definisi tersebut sejalan dengan uraian yang dipaparkan oleh Bell (2005) yaitu sebagai berikut.

a. Project Based Learning is curriculum fueled and standards based. Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya. Melalui Pembelajaran berbasis proyek, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (aguiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.

b. Project Based Learning asks a question or poses a problem that each student can answer. Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau peserta didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding question). Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun.

c. Project Based Learning asks students to investigate issues and topics addressing real-world problems while integrating subjects across the curriculum. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menuntut peserta didik membuat “jembatan” yang menghubungkan antar berbagai subjek materi. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata.

d. Project Based Learning is a models that fosters abstract, intellectual tasks to explore complex issues. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memperhatikan pemahaman peserta didik dalam melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi melalui cara yang bermakna. Pembelajaran berbasis proyek juga merupakan suatu model pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang bermakna, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses pencarian berbagai sumber, pemberian kesempatan kepada anggota untuk bekerja secara kolaborasi, dan menutup dengan presentasi produk nyata. Pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan antara informasi teoritis dan praktek, tetapi juga memotivasi siswa untuk merefleksi apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah proyek nyata serta dapat meningkatkan kinerja ilmiah mereka Grant (2008)
. Tahapan model pembelajaran berbasis proyek ditunjukkan oleh Gambar



Penjelasan Gambar diatas adalah sebagai berikut.

1. Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pelajar dalam mengembangkan pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan kerangka yang ada, dan menyediakan sumber yang dapat membantu pengerjaannya.

2. Sesuai dengan tugas proyek yang diberikan oleh pengajar, pelajar akan memperoleh dan membaca kerangka proyek, dan berupaya berpikir dengan kemampuannya berdasar pada pengalaman yang dimiliki, membuat pemetaan topik, dan mengembangkan gagasannya dalam menentukan sub topik suatu proyek.

3. Pelajar bekerja dalam proyek kelompok. Pelajar menentukan kegiatan dan langkah yang akan diambil sesuai dengan sub topiknya, merencanakan waktu pengerjaan dari semua sub topik. Jika bekerja dalam kelompok, tiap anggota harus mengikuti aturan dan memiliki rasa tanggung jawab

4. Setelah perencanaan proyek, siswa melakukan investigasi terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan proyek dan mulai membuat sketsa proyek.

5. Pelajar membuat proyek sesuai sketsa setelah selesai kemudian membuat laporan, presentasi sebagai hasil dari kegiatannya. Peserta menerima feedback atas apa yang dibuatnya dari kelompok, teman, dan pengajar.

6. Pengajar menilai semua proses pengerjaan proyek yang dilakukan oleh tiap pelajar berdasar pada partisipasi dan produktivitasnya dalam pengerjaan proyek.

Secara lebih rinci, model pembelajaran berbasis proyek mengikuti lima langkah utama, yaitu: (1) menetapkan tema proyek, (2) menetapkan konteks belajar, (3) merencanakan aktivitas, (4) memeroses aktivitas, dan (5) penerapan aktivitas (Santyasa, 2006).

(1) Menetapkan tema proyek. Tema proyek hendaknya memenuhi indikator-indikator berikut: (a) memuat gagasan yang penting dan menarik, (b) mendeskripsikan masalah kompleks, (c) mengutamakan pemecahan masalah.

(2) Menetapkan konteks belajar. Konteks belajar hendaknya memenuhi indikator-indikator berikut: (a) mengutamakan otonomi siswa, (b) melakukan inquiry (c) siswa mampu mengelola waktu secara efektif dan efesien, (d) siswa belajar penuh dengan kontrol diri dan bertanggung jawab

(3)Merencanakan aktivitas-aktivitas. Pengalaman belajar terkait dengan merencanakan proyek adalah mencari sumber yang berkait dengan tema proyek.

(4) Memeroses aktivitas-aktivitas. Indikator-indikator memroses aktivitas meliputi antara lain: (a) membuat sketsa, (b) melukiskan analisa rancangan proyek.

(5) Penerapan aktivitas-aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Langkah-langkah yang dilakukan, adalah: (a) mengerjakan proyek berdasarkan sketsa, (b) membuat laporan terkait dengan proyek, dan (3) mempresentasikan proyek

            Kelima langkah tersebut mengandung interpretasi bahwa dalam mengerjakan proyek, siswa dapat berkolaborasi dan melakukan investigasi dalam kelompok kolaboratif antara 4-5 orang. Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan dan dikembangkan oleh siswa dalam tim adalah merencanakan, mengorganisasikan, negosiasi, dan membuat konsensus tentang tugas yang dikerjakan, siapa yang mengerjakan apa, dan bagaimana mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam berinvestigasi. Keterampilan yang dibutuhkan dan yang akan dikembangkan oleh siswa merupakan keterampilan yang esensial sebagai landasan untuk keberhasilan proyek mereka. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan melalui kolaborasi dalam tim menyebabkan pembelajaran menjadi aktif, di mana setiap individu memiliki keterampilan yang bervariasi sehingga setiap individu mencoba menunjukkan keterampilan yang mereka miliki dalam kerja tim mereka. Pembelajaran secara aktif dapat memimpin siswa ke arah peningkatan keterampilan dan kinerja ilmiah. Kinerja ilmiah tersebut mencakup prestasi akademis, mutu interaksi hubungan antar pribadi, rasa harga diri, persepsi dukungan sosial lebih besar, dan keselarasan antar para siswa.

            Implikasi model pembelajaran berbasis proyek dalam proses belajar mengajar adalah pembelajaran berbasis proyek memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain. Selain itu, dalam pembelajaran berbasis proyek siswa menjadi terdorong lebih aktif berakitivitas dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan mengevaluasi proses dan produk hasil kinerja siswa meliputi outcome yang mampu ditampilkan dari hasil proyek yang dikerjakan.

            Pembelajaran berbasis proyek sebagai salah satu wahana yang memaksimalkan aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar dan kinerja ilmiah siswa dan membantu para siswa untuk mengembangkan ketrampilan belajar jangka panjang. Para siswa mengetahui bahwa mereka adalah mitra penuh dalam lingkungan pelajaran ini dan bertanggung jawab dalam proses pelajaran. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek juga dapat meningkatkan keyakinan diri para siswa, motivasi untuk belajar, kemampuan kreatif, dan mengagumi diri sendiri. Pembelajaran berbasis proyek merupakan integrasi dari pembelajaran berbasis sains dan teknologi.

            Implikasi tersebut sejalan dengan uraian yang diungkapkan oleh (Sampurno, 2009) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pebelajar serta dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa dalam pembelajaran, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator. Keuntungan-keuntungan pembelajaran berbasis proyek, yaitu: (1) meningkatkan motivasi belajar siswa, (2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, (3) meningkatkan kolaborasi. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek menyebabkan siswa mampu mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi dan kinerja ilmiah siswa, (4) meningkatkan keterampilan mengelola sumber yaitu bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks.

            Ellis (2008) juga memaparkan bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan merupakan ajang kesempatan berdiskusi yang bagus bagi siswa, mengasuh penemuan langsung siswa terhadap masalah dunia nyata, memberi mereka kesenangan dalam pembelajaran dan dapat dijadikan strategi mengajar yang efektif. Dalam konteks ini siswa mempunyai pilihan untuk menginvestigasi topik-topik yang berkaitan dengan masalah dunia nyata, saling bertukar pendapat antara kelompok yang membahas topik yang berbeda, mencari pengetahuan dari berbagai sumber, mengambil keputusan dan mempresentasikan proyek/hasil diskusi mereka. Selain itu, pemakaian proyek dengan flow visualisation (gambar alir) yang dikaitkan dengan kinerja ilmiah dapat meningkatkan keterampilan dan pemahaman siswa tentang proyek yang mereka kerjakan. Jadi dengan menggunakan flow visualisation dalam penerapan pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan siswa khususnya kinerja ilmiah dalam merancang proyek sebagai refleksi antara teori dan praktek dalam pembelajaran.

            Pembelajaran berbasis proyek telah menjadi bagian dari kurikulum sekolah yang memiliki ciri khas melibatkan para siswa di dalam desain proyek, penyelidikan pemecahan masalah, atau pengalaman yang memberi perluasan waktu kepada para siswa untuk bekerja secara otonomi. Pembelajaran berbasis proyek juga dapat menyediakan peluang bagi pengembangan keterampilan baru, eksplorasi, praktik dan manajemen proyek. Dalam bidang sains, dukungan guru dan penemuan proyek dapat menyediakan pengalaman pribadi dalam proses penemuan dan pemahaman. Tidak hanya mengerjakan proyek secara alami dan menguatkan filosofi ilmu pengetahuan, tetapi mereka juga membantu para siswa untuk membangun koneksi diantara pengalaman kelas mereka, lingkungan dan minat mereka.

            Uraian tersebut sesuai dengan pendapat Doppelt (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek mempunyai nilai keaslian di dalam dunia pendidikan yang mampu membimbing siswa menuju ke riset, rencana, desain, dan mencerminkan ciptaan atau hasil kreasi dari proyek teknologi dan peran guru seyogyanya membantu peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dari ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu lainnya ke dalam proses desain.

            Pembelajaran berbasis proyek yang berpusat pada pebelajar dan memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk menyelidiki topik permasalahan, membuat pebelajar menjadi lebih otonomi sehingga mereka dapat membangun pengetahuan mereka sendiri serta pembelajaran menjadi lebih bermakna. Aplikasi model pembelajaran berbasis proyek ini mempunyai beberapa alasan, yaitu: (1) menawarkan potensi produksi dan tindakan pengetahuan kolektif di dalam proyek sosial, (2) dalam tradisi pendidikan masyarakat radikal, pengajaran merupakan underpinned oleh kepercayaan yang bermanfaat pada pengembangan pengetahuan yang melibatkan pengembangan pemikiran, (3) proses kerja kelompok yang saling mendukung dapat membuka berbagai peluang untuk kreativitas, karena para siswa mengadakan percobaan dengan penafsiran berpikir dan data berbeda untuk menyelesaikan permasalahan dalam proyek mereka yang dapat diterapkan untuk mengembangkan pembentukan masyarakat praktek Grant (2008). Keberhasilan penerapan pembelajaran berbasis proyek pada siswa tergantung dari rancangan tahap pembelajaran. Tahap pelajaran yang dirancang harus dapat menggali penemuan-penemuan mereka sendiri. Peran pendidik dalam pembelajaran ini adalah sebagai mediator dan fasilitator, di mana dalam penerapan pembelajaran berbasis proyek, pendidik harus mampu memotivasi siswa untuk mengemukakan pendapat mereka dalam presentasi proyek secara demokratis.


Daftar Pustaka :

Bell, B.F. 2005. “Children’s Science, Contructivism and Learning in Science”. Tersedia pada: http://www.gsn.org/web/ontructivism /whatis.htm.

Doppelt, Y. 2005. “Assessment of Project-Based Learning”. International Journal of Technology Education, Volume16, Nomor 2. Tersedia pada: http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/v16n2/pdf/doppelt.pdf.

Ellis, T. J. dan W. Hafner. 2008. “Building A Framework to Support Project-Based Collaborative Learning Experiences in An Asynchronous Learning Network (ALN)”. Interdisciplinary Journal of E-Learning and Learning Objects. Vol.4. Tersedia pada: http://ijklo.org/volume4/IJELLOv4p167-190Eliis454.pdf.

Grant, M. M. 2008. “Getting A Grip on Project-Based Learning”. A Middle School Computer Technologies Journal. Volume 5, Nomor 1. Tersedia pada: http://www.ncsu.edu/meridian/win2002/514.pdf.

Purnawan, 2007. “Deskripsi Model PBL”. Tersedia pada: http://www.kompas.com.html.

Sampurno. 2009. “Penerapan Metode Belajar Akif dalam Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Hasil Belajar”. Tersedia pada: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/27/Didaktika.html.

Santyasa, I W. 2006. Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis Proyek, dan Orientasi NOS. Makalah. Disajikan dalam Seminar Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Semarapura Tanggal 27 Desember 2006, di Semarapura.

Jumat, 24 Mei 2013

Rabu, 22 Mei 2013

Cara Kerja IC 555




IC 555
(sumber gambar google.com)

      Konfigurasi kaki  IC 555
1. ground, adalah pin input dari sumber tegangan DC paling negative
2. trigger, input negative dari lower komparator (komparator B) yang menjaga osilasi tegangan terendah kapasitor di 1/3 Vcc dan mengatur RS flip-flop
3. output, pin ini disambungkan ke beban yang akan diberi pulsa dari keluaran IC ini. IC555 bisa mengeluarkan arus 100mA pada outputnya bahkan 200mA pada LM555
4. reset, adalah pin yang berfungsi untuk me reset latch didalam IC yang akan berpengaruh untuk me-reset kerja IC. Pin ini tersambung ke suatu gate transistor bertipe PNP, jadi transistor akan aktif jika diberi logika low. Biasanya pin ini langsung dihubungkan ke Vcc agar tidak terjadi reset latch, yang akan langsung berpengaruh mengulang kerja IC555 dari keadaan low state

APLIKASI PLC dan Diagram Ladder pada PARKIR MOBIL